Dictionary Life

‘’ Aku Belajar Mengalah, sampai tak ada satu orangpun yang bisa mengalahkan ku … dan Aku Belajar Merendah sampai tak ada satu orangpun yang bisa Merendahkan ku…”

aku Tidak pinTar dan Tidak pandai, namun hanya ingin belajar dan berbagi

Senin, 02 Februari 2015

Take a Moment for this Read, Then Think for a Moment - ''REMEMBER The PAST"

PENJUAL MAINAN KELILING DITENGAH GEMPURAN TEKNOLOGI




Sumber gambar: google

Berterima kasihlah kepada tukang odong-odong yang masih dengan setianya muterin lagu anak-anak. Meski lelah melanda, meski jengah menggoda, mereka tidak pernah berhenti untuk memainkan lagu anak-anak yang cukup terkenal pada masanya sembari mengayuh sepedanya mengitari jalanan. Lagu anak-anak yang populer pada tahun 90-an. Ya, anak 90-an pasti tahu, hafal dan bahkan kenal dengan beberapa penyanyi cilik yang saat itu menyanyikan lagu anak-anak tersebut. 

Sekarang,,,,
Jangankan lagu anak-anak, anak-anak yang nyanyi lagu anak-anak pun bahkan bisa terbilang (sangat) sedikit. Ajang (yang katanya) penyanyi cilik, sekarang sudah enggan lagi menyanyikan lagu anak-anak. Mereka lebih pede, lebih bersemangat malah ketika menyanyikan lagu (yang harusnya) untuk orang gedhe/dewasa. Lagu cinta, patah hati, dan lagu galau sudah menjadi tema lagu yang umum dinyanyikan anak kecil. Mungkin memang sudah masanya, lagu anak-anak “tenggelam” oleh zaman. Mungkin lagu anak-anak tidak lagi cukup “menjual”. Saya juga tidak tahu dan tidak bisa berbuat banyak


Tapi… saya mengakui (sangat) salut buat si tukang odong-odong yang (secara tidak langsung) mau melestarikan lagu anak-anak. They’re rock!
Terharu Tidak hanya menawarkan lagu anak-anak, tapi permainan yang menurut saya (terbilang) sederhana. Meski harus merogoh kocek antara 5000 perak (CMIIW), anak-anak bisa sebahagia itu jika sedang naik odong-odong.
Simbiosis mutualisme lah, si abang odong-odongnya seneng karena dapat rejeki, si anaknya seneng karena dapat hiburan seperti itu. Si Ibu/Bapaknya seneng, karena ngelihat anaknya seneng. #eaakk!
Permainan tradisional seperti kelereng, bekelan, lompat tali, petak umpet, dll, adalah permainan yang membutuhkan kerjasama. Permainan ini sudah sangat jarang, dan (sepertinya) hampir punah jika tidak ada seorang yang mau melestarikan atau anak-anak yang memainkannya.
Jangankan permainan tradisional, permainan jadul (jaman dulu) saja sudah mulai “tergusur” oleh teknologi.

Anak-anak jaman sekarang sudah mulai tertarik dengan gadget bernama smartphone/tablet. Orangtuanya males, tidak mau ribet, karena (mungkin) anaknya banyak polah/tingkah. Jadi biar gampang, kasih saja gadget biar diem, duduk, anteng. Padahal, gadget (menurut saya) membunuh imajinasi anak.



Coba dengan permainan jadul seperti mobil-mobilan, pesawat, atau orang-orangan. Anak-anak jadi dilatih untuk berimajinasi sembari memainkan mainannya dengan cerita-cerita random versinya. “Ciiaatt!!… ciiaatt!! Tuiingg… Duaarr!!”, begitu kira-kira dialog anak kecil jika sedang memainkan robot-robotan. Lucu, gemesin, melihat tingkah polah anak kecil ketika asyik bermain. Apakah hal seperti itu dijumpai di anak yang sedang bermain gadget.

Well, tidak ada salahnya ketika anak merengek meminta mainan di saat ada bapak penjual mainan lewat.

Kebahagiaan itu sederhana, anak kecil yang sangat senang saat membawa balon (mainannya) sambil berlari ke sana kemari. Beberapa kali saya melihat anak kecil yang sangat senang membawa balon hasil beli dari bapak penjual mainan. Mungkin menyebalkan, saat kita tidak membawa uang yang cukup dan pada saat itu anak kecil merengek meminta mainan yang dilihatnya. Setidaknya, kita sudah mengajarkan kesederhanaan, mengajarkan tentang berimajinasi. 

Ya paling tidak, kita sudah memberi rejeki pada bapak penjual mainan di tengah-tengah gempuran urban dan teknologi.

‘’Kita tidak akan tahu, bahwa hidup berawal dari mimpi. Dan mimpi ada karena imajinasi. Sementara imajinasi, bisa muncul dari hal-hal yang sederhana’’

Pesan moral dari tulisan ini adalah, sekali-kali (dalam bahasa Jawa) “mayokke” (Artinya apa ya? “Membuat laku”, atau bahasa awamnya “membeli atas rasa iba”) penjual mainan.
Habisnya kasihan, mereka kalah sama teknologi.

Ganbatte ya Bp/Ibu penjual mainan.. 
Buat bp/ibu penjual mainan semoga jualannya laris manis. Aamiin.



Dikutip dari
Sumber: DETIKblog.
Sumber gambar : Google





Tidak ada komentar:

Posting Komentar